War Is Over - the final chapter

Kehidupan memang kadang selucu itu ya? Dibuat bahagia sebelum datang luka yang tak terduga. Memang benar jangan banyak berharap karena takdir gak ada yang tau.

Sejak Fio tau bahwa Abin sudah memiliki anak, perlahan dia mulai menjaga jarak dengan Abin. Bukan marah hanya saja Fio  sekarang tahu posisi, mulai memegang prinsip teman tetaplah teman gak akan pernah ada hubungan.

Perubahan Fio perlahan mulai dirasakan oleh Abin. Biasanya Fio selalu datang ke cafe meski sekedar memesan teh, asal bisa melihat Abin bekerja. Sudah terhitung seminggu setelah kejadian itu, Fio tidak terlihat. 

Abin sengaja menunggu di tempat yang biasa Fio lewati, hanya untuk sekedar mengobrol dengan Fio. Yang ditunggupun sudah terlihat.

"Fio!" Teriak Abin.

"Kenapa kesini sih?" Batin Fio dengan sedikit kesal. Bagaimana mau melupakan jika terus saja bertemu dengan sumbernya. Sebenarnya setap hari dia selalu melihat Abin, tapi selalu pura-pura nangis.
 
Kali ini Fio tidak bisa berpura-pura mendengar, karena Abin segera menyusul dan sudah berada disampingnya. 

"Hey kemana aja?" Tanya Abin.

"Ada" jawab Fio dengan singkat.

"Tumben jarang ke cafe, ayo naik" ajak Abin.

Fio hanya menggelengkan kepalanya saja, dan berkata bahwa dia akan segera pulang. Sebenarnya Abin ingin memaksanya namun apalah dayanya, takut semakin Fio marah. 

"Yaudah ayo dianter sampe kos" tawar Abin.

"Engga usah Bin, udah pesen gojek. Haha gojek? Padahal belum pesan apapun sendari tadi, bisa saja mengelaknya.

Saat itu Abin terus saja melakukan hal yang sama, sedangkan Fio juga terus menolaknya. Sampai suatu hari Abin mengerti kenapa Fio menjauh. Dia kembali melakukan kegiatan menunggu Fio setelah kampus.

"Hai" ucap Abin 

Kali ini Fio mengerutkan keningnya. "Kamu gila?" Tanyanya.

"Kenapa?" tanya Abin.

"Kenapa Albin dibawa? Kasian tau panas" ucap Fio sembari menutupi muka Albin yang terlihat kepanasan.

"Iya soalnya gak ada yang jaga, kasian kalau ditinggal sendiri" jawab Abin.

Loh, gak ada yang jaga? Lalu Bintang kemana? Kemana tidak mengurus anaknya? Apa mereka sedang ada masalah?

"Eum memangnya ibunya kemana?" Tanya Fio.

Abin hanya tersenyum.

"Ayo mau ikut ga?" Ajak Abin.

Fio pun akhirnya naik, dia membawa Albin kedalam gendongannya. Mereka pun pergi, tapi tunggu kenapa ini bukan arah cafe atau kos Fio? Abin mau bawa dia kemana?

Mereka pun sampai, Abin menggenggam tangan Fio sembari tersenyum. Disebelah kanan dia menggendong Albin, sedangkan sebelah kiri dia menggandeng Fio.
Perasaan Fio semakin campur aduk.

Abin menghembuskan nafasnya pelan.

"Ini Ibunya" ujar Abin.

Fio memandang Abin dengan tatapan tak percaya. Bagaimana tidak? Mereka kini sedang berada di tempat pemakaman umum. Sangat terlihat jelas nama yang tertulis di batu nisan itu.

Cavita Bintang.

"Bohong kan Bin?" Tanya Fio dan Abin hanya tersenyum.

"Maunya gitu sih Fi, cuma fakta gak bakal bisa disembunyiin" ucap Abin.

"Sejak kapan Bin?" Tanya Fio.

"Eum mungkin setahun yang lalu," ucapnya. 

Lumayan cukup lama ternyata. Fio tidak tahu seberapa hebat perjuangan Bintang melahirkan Albin, dan Abin yang membesarkannya. Yang jelas itu sesuatu yang sangat luar biasa. 

Sekarang tidak terasa sudah setahun lebih waktu itu berlalu. Fio tidak akan pernah lupa tentang waktu itu Abin mengajaknya pertama kali berkunjung kesini. Fio tersenyum mengelus batu nisan milik  Cavita Bintang. 

"Tenang di sana ya Bin,  aku bakal selalu jaga Albin disini." Ucap Fio sembari menaburkan bunga diatas makam. 

Fio telah selesai bercerita dan mengunjungi makam Bintang, ada tangan yang sedang mengelus pundak Fio.

"Udah hm?" Tanya Abin dan diangguki oleh Fio.

"Ayo" ajak Fio.

Setelah itu mereka bernggenggam tangan dan pulang. Kisah nya sangat panjang, banyak hal yang harus dilewati mereka. Ah sangat lega akhirnya semua selesai juga, akhirnya perang ini selesai. Perang melawan semesta dan masalahnya. Terima kasih Abin sudah menemani Fio melewatinya.

Tamat.






Komentar

Postingan Populer