War Is Over - chapter 1

Gadis dengan rambut pendek sebahu turun dari mobil, dia merentangkan tangannya dan menghirup udara segar kota kesayangannya. Rindu. Hanya itu saja kata yang terus keluar ketika dia menginjakkan kakinya disini lagi. Padahal sudah beberapa minggu, tapi tetap saja dia merasakan rindu yang sama.

"Masih gak berubah kotanya" ucap Fio.

Dia adalah Fio Zaida, gadis yang dulu pergi merantau ke kota lain untuk belajar. Tidak terasa sudah begitu lama dia tidak pulang. Dia sangat merindukan kota ini, apalagi orang yang didalamnya. 

Fio sedang bersiap-siap, dia merias dirinya dengan sangat cantik. Sudah bertahun-tahun, akhirnya dia akan bertemu lagi. 

"Kita akan bertemu lagi, Bin" ucap Fio menatap dirinya di cermin.

Sepanjang perjalanan, dirinya tidak bisa berhenti tersenyum. Sampailah dia di tempat yang dituju, dia melihat masa depan dihadapannya. Fio menghembuskan nafasnya secara perlahan, mukanya tertunduk sekejap dan kembali menatap ke arah depan. 

"Aku gak nyangka kita bisa ketemu disini. Udah lama kayanya ya?" Tanyanya, kemudian dia bergumam "hmm... sebulan? Dua bulan? Tiga bulan? Oh ya, hahaha 4 tahun" lanjutnya disertai dengan tawa. 

"Sejujurnya Bin empat tahun ini bukan waktu yang mudah buat aku jalanin, apalagi tanpa kamu. Tanpa kalian. Banyak hal yang gak pernah aku duga, semua datang begitu saja. Tapi... pada akhirnya aku berhasil juga. Mau ucapin selamat? Haha bodoh." Ucap Fio menertawakan dirinya sendiri.

Fio menelan salivanya. Dia mengulum bibirnya sendiri dan menggigit-gigit kecil bibir bawahnya. Dia terus saja mendongakkan kepalanya ke atas. Sudah beberapa kali hembusan nafasnya terdengar berat.

"Gimana disana? Udah bahagia sekarang?" Tanyanya. "Coba kamu lihat deh anak kecil ini, sekarang makin mirip sekali dengan ayahnya bukan?" Tanya Fio, sembari menunjukan ponselnya yang terdapat foto anak kecil sedang memegang bola. 

Hening

Fio terdiam dan hanya ada suara angin saja yang terdengar. Ya memang, Fio tidak berharap untuk mendengar jawaban apapun. Lagipula jawaban apa sih yang diharapkan dan ingin didengar dari bertanya pada segumpalan tanah? 

Ayolah pertanyaan dan tawa yang tadi dia lakukan, hanya untuk menghibur diri saja. Menertawakan atas takdir yang harus dia jalani dengan ikhlas. Selama beberapa tahun kebelakang, Fio selalu teringat akan dulu dirinya yang selalu saja menyalahkan dan membenci sosok dia ini. 

"Maaf ya, dulu selalu menyalahkanmu atas semuanya." Ucap Fio sembari membersihkan makam itu. 

"Jangan khawatirkan Albin, dia anak yang baik. Aku akan merawat dia, Bin. Eumm... maaf ya, mungkin dulu aku tidak terlalu suka Albin. Aku selalu membenci anak itu, karena dia anakmu. Tapi sekarang aku sangat menyayanginya, karena sekarang dia anakku." Lanjut Fio. 

Tidak tahu sudah berapa lama Fio duduk dan bercerita di sana. Rasanya sudah lama dia tidak berkunjung kesini lagi. Semakin lama melihat makam itu, rasanya semakin membuat hatinya teriris. Dia selalu teringat akan masa lalu dirinya yang begitu egois ingin bersama Abin. 

Bercerita tentang Abin, membuat Fio seperti kembali ke masa lalu. Dimana dia pertama kali bertemu dengan sosok yang kini mengubah dirinya, sosok yang memberi pandangan bahwa cinta itu memang tidak harus saling memiliki. 

Abin. Siapa dia? 

Hmm... dia ini tokoh utama dalam cerita Fio, dan akan selalu seperti itu. Abiansyah Darmana, sang ketua osis yang pada saat itu menjabat ketika Fio masih sekolah SMA.

Waktu itu Fio seangkatan dengannya, mereka bersekolah dan mengikuti organisasi bersama. Fio selalu berpikir, "mungkin jika dia tidak ikut organisasi apakah Abin tidak akan menjadi tokoh utamanya?" 

Berada dalam satu organisasi yang sama membuat mereka semakin hari semakin dekat, dari situlah mereka mulai bersahabat. Tapi mungkin hanya Abin saja yang menganggap Fio sebagai sahabat, karena Fio menganggap lebih dari itu.

Fio menyukai Abin. 

Jika ditanya kenapa suka sama Abin, pasti jawabannya selalu "Ya karena itu Abin." Ucap Fio. Perilaku dan sikap Abin membuat Fio semakin hari semakin menyukainya, Abin tak bisa jauh dengan Fio begitupun sebaliknya. Saking dekatnya, bahkan sampai mereka digosipkan berpacaran. 

Fio yang memiliki sifat khawatiran sangat cocok dengan Abin yang si "dibawa santai aja". 

Sikap Fio yang membatah semua gosip sangat berbeda dengan Abin yang malah menambah gosip. Seperti kala itu, Fio sedang memarahi para anggota osis karena tidak menjalankan tugasnya dengan baik. 

"Kenapa diem semua? Gak ada yang mau tanggung jawab dari divisi? Kalian itu lagi jadi panitia, dibagi tugas buat jaga tapi kok malah gak ada. Kenapa bisa miskom gini? Ditanya temannya kemana, malah gak tau. " Bentak Fio.

Semuanya terdiam, berbeda dengan Abin yang menatap Fio dengan senyum-senyum. 
"That's my girl" ucap Abin pelan sembari tersenyum smrik. 

Setelah selesai berbicara dan dilanjut oleh anggota lainnya, Abin kemudian mendekati Fio dan tersenyum "Udah ya Cil" ucap Abin sembari mengelus-elus kepala Fio dan kemudian menggenggam tangannya sebentar. 

Ah sialan Abin. Ini masih organisasi loh! Kenapa tidak bisa profesional sih? Menyebalkan sekali, membuat Fio blushing dan salting. Sayang sekali tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Waktu itu hari kelulusan tiba, kebetulan sekali Abin ingin membicarakan sesuatu dengannya. Pada kesempatan ini, Fio meyakinkan dirinya untuk mengungkapkan perasaannya pada Abin.

"Abin bakal ngomong apa ya Sel?" Tanya Fio.

"Kayanya nembak kamu deh Fi, soalnya ya dia keliatan udah nyaman banget. Terus ya Fi, dia selalu prioritasin kamu kan? Tanya Asel dan diangguki oleh Fio.

"Eum... Sel, ungkapin jangan ya? Aduh aku takut nanti malah asing." Tanya Fio meminta saran pada arsela.

"Ungkapin lah, dari pada nanti keburu lulus terus nyesel, lagian ada kesempatan juga dia kayanya udah suka kamu" saran Asel.

"Hmm... kalau ditolak gimana?" Ucap Fio.

"Belum dicoba, yaudah sana tuh. Pasti diterima kok nanti aku traktir es krim deh kalau misalnya gak diterima" ucap Asel.

"Kalau dia udah ada cewe gimana?" Tanya Fio.

"Engga ih, kemaren kan kita udah cari info dari temennya. Lagian ya, kalau ada cewe mana mungkin tiap hari jalan sama kamu terus dikenalin ke bundanya" ucap Asel.

Fio menghembuskan nafasnya, dia tidak sabar menunggu Abin datang. Tak lama kemudian ternyata pucuk dicinta ulam pun tiba. Abin datang dengan membawa buket disampingnya. Mawar putih, kesukaan Fio. 

Dia keluar dari mobil dan tersenyum dengan manis. Senyuman Abin kala itu berbeda, dia sangat terlihat berbahagia sekali. Hal ini membuat Fio semakin gugup, dia kemudian pergi ke kamar mandi ditemani dengan Arsela untuk sekedar merapihkan tampilannya.

"Udah cantik Sel?" Tanya Fio.

"Udah cantik banget" jawab Arsela. 

Fio berjalan tersenyum menghampiri Abin. 
"Abin" panggil Fio. 

Abin kemudian tersenyum lebar, dan berjalan menghampiri Fio. 

"Gimana? Udah can-" Tanya Fio.Lagi dan lagi, Fio blushing dibuatnya

"Selalu Fi" jawab Abin. 

"Eum... aku mau bilang sesuatu Bin" ucap Fio dengan sangat gugup.

"Aku juga, kamu duluan Fi" ucap Abin.

"Bin, aku su-" ucapan Fio terpotong ketika tiba-tiba saja gadis berambut panjang nan sangat cantik menghampiri Abin. Anehnya, Abin malah merangkul pinggang gadis itu dan tersenyum bahagia. 

"Dia pacar abin ya?" Batin Fio. Dirinya masih membeku melihat kejadian sedang terjadi dihadapannya.






Komentar

Postingan Populer